Gadis berambut hitam sepunggung duduk termenung di atas ranjangnya. Matanya menerawang jauh seakan dirinya sedang tak berada di tempat yang seharusnya. Sesekali terdengar helaan napasnya yang berat diantara kebisuan yang tercipta tersebut. Pikirannya dalam kebimbangan, memutuskan untuk bersikap bijak atau kah harus egois. Dia sendiri tak mengerti apa yang sebenarnya dia rasakan sekarang, namun semuanya tak bisa menunggu. Kali ini hal itu harus diputuskan secepatnya.
Dan akhirnya tangan gadis itu meraih ponsel yang tergeletak di samping kirinya, di tekannya beberapa tombol sampai terbukalah sebuah pesan yang membuatnya jadi seperti ini.
From : Marsya
Sa, aku minta tolong ya bantu aku untuk dekat sama Dirga. Aku tau selama ini kamu itu yang paling dekat sama dia, dan kamu sahabat aku Sa, jadi aku berharap banget sama kamu.
Dan tepat di bawah pesan tersebut, pesan yang lainnya terlebih dahulu masuk ke dalam inbox gadis itu.
From : Dirga
Sa, aku mau kita ngga harus terus seperti ini. Aku pikir kamu sebenarnya tau kan apa yang aku rasain sama kamu? Aku memang dekat juga sama Marsya, tapi aku tau pasti bahwa aku lebih nyaman sama kamu. Tolong kali ini jawab Sa..
Kedua pesan itu lagi-lagi membuat jari-jari lentik gadis itu terhenti, disaat sebagian hatinya sudah memutuskan untuk membalas salah satu pesan itu. Kebimbangan itu kembali hadir, menyelusup ke dalam ruang-ruang hatinya yang terdalam, membisikkan beribu kata-kata seakan mencegahnya untuk kembali merubah keputusan yang sudah ditetapkannya. Tangan gadis itu gemetar, genggaman tangannya yang memegang ponsel itu otomatis mengencang. Pikirannya kacau dipermainkan situasi rumit ini.
Marsya, sahabatnya sejak SMP, tempat berbaginya dalam hal apapun kini memintanya untuk didekatkan dengan cowok yang memang sudah sejak lama hadir diantara mereka. Dirga, cowok yang ditemuinya pertama kali lewat sebuah klub fotografi di kampusnya, kini menjadi satu-satunya cowok yang paling dekat dengannya. Salsa –gadis itu- tak pernah berpikir atau mengira hal ini akan terjadi. Perasaannya untuk Dirga sulit diungkapkan, Salsa tak pernah bisa berbicara jujur meski sudah berkali-kali Dirga memaksa atau memancingnya. Tapi Marsya? Selama ini sahabatnya itu pun tak pernah dengan jelas mengatakan bahwa dia menyukai Dirga.
Jadi kali ini apa? Apa yang seharusnya Salsa lakukan? Haruskah Salsa bersikap bijak dengan menerima permintaan sahabatnya, Marsya. Atau kah kali ini dia boleh egois memikirkan perasaannya, meski hanya untuk sekali ini saja?
Bodoh! Gadis itu membatin, merutuki dirinya sendiri.
Kali ini dia tak ingin membiarkan rasa egois mempermainkannya lebih jauh. Ada hal yang dia sadari ternyata jauh lebih penting untuk dijaga, yaitu perasaan sahabatnya. Salsa tak ingin menyakiti hati sahabatnya itu, dan itu keputusan yang akhirnya akan dia pilih.
Ditekannya tombol reply pada ponselnya, dan dituliskannya beberapa kalimat pada pesan itu.
To : Marsya
Iya Sya, aku akan bantuin kamu. Jadi kamu jangan khawatir ya..
To : Dirga
Maaf Ga, karena berkali-kali aku akhirnya harus nyakitin kamu. Mungkin ada yang lebih pantas dari pada aku untuk sama kamu, dan maaf untuk permintaan kamu yang kesekian kali ini yang lagi-lagi ngga bisa aku penuhin..
Gadis itu menahan napas, sebelum akhirnya kedua pesan itu dikirimkannya untuk masing-masing penerima. Ponsel yang ada di genggaman gadis itu belum terlepas. Justru genggaman itu semakin erat. Lalu kedua lengan gadis itu merengkuh kedua lututnya dan kepalanya dijatuhkan di atas kedua lututnya. Gadis itu mencoba menahan gejolak emosi yang tiba-tiba muncul begitu saja. Kilasan-kilasan memori bermunculan di otaknya, dan akhirnya meruntuhkan pertahanannya. Mata gadis itu pun basah, meski diusahakannya isak tangis itu tak terdengar penghuni rumah lainnya. Akhirnya keputusan itu berakhir begini, dia memilih melihat sahabatnya bahagia dan membunuh perasaannya itu. Meskipun dia tau sejak awal bahwa Dirga memang menganggapnya spesial, namun dia tak pernah mau untuk menyambut perasaan itu. Hatinya masih terlalu takut untuk memutuskan segalanya. Hingga sampai akhirnya, perasaan itu pun tidak sampai dan mungkin tak akan pernah sampai. Karena sepertinya, kesempatan itu tertutup dan berakhir disini.
Maaf, untuk perasaan yang tak sempat aku sampaikan ini. Maaf untuk segala kebohongan yang pernah tercipta karena aku berusaha menyembunyikan perasaan ini. Tapi aku harap, suatu saat kamu bisa tau, kalau aku memang mempunyai perasaan yang sama juga untukmu.
Hanya kata-kata itu yang akhirnya terucap perlahan dari bibir Salsa, sebelum akhirnya gadis itu terlelap bersama ponsel yang masih tergenggam di telapak tangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar